Translate

Minggu, 11 Januari 2015

SPOKEN DISCOURSE: A MODEL FOR ANALYSIS (Longman Linguistics Library, vol. 27). Willis Edmonson. London: Longman, 1981. Pp. 217.

Sabtu, 10 Januari 2015

SEJARAH PENGAJARAN BAHASA



Sebelum Abad 19
  • Latin adalah bahasa yang dominan pada ranah pendidikan, perdagangan, agama, dan pemerintahan.
  • Sebagai hasil dari perubahan politik Eropa, Latin secara berangsur tergantikan sebagai bahasa komunikasi lisan dan tulis; bahasa Perancis, Italia, dan Inggris lebih dipentingkan.
  • Bahasa-bahasa ini diajarkan dengan menggunakan prosedur dasar yang sama seperti Latin.
  • Buku teks; aturan tata bahasa – daftar kosakata – kalimat untuk diterjemahkan.
  • Berbicara dalam bahasa asing bukan tujuan.
  • Praktek oral dilakukan dengan membacakan kalimat yang telah diterjemahkan.
  • Grammar diajarkan secara deduktif.
  • Tidak mencerminkan komunikasi/situasi kehidupan nyata.
  • GTM lahir dan dikenal sebagai metode klasik, dipelopori oleh Karl Plotz (1819-1881).
  • Karakteristik GTM:

    1. Tujuan mempelajari bahasa asing adalah untuk belajar sebuah bahasa agar dapat membaca literaturnya.
    2. GTM adalah cara mempelajari bahasa dengan pertama-tama menganalisis aturan grammarnya, lalu diikuti dengan penerapannya dengan menerjemahkan kalimat dan teks dari dan ke bahasa target.
    3. Reading dan writing adalah fokus utama; sedikit perhatian diberikan pada speaking dan listening.
    4. Pemilihan kosakata didasarkan pada teks-teks bacaan yang digunakan, dan kata-kata diajarkan melalui daftar kata bilingual, kamus, dan hafalan. Dalam teks Grammar-Translation, aturan tata bahasa disajikan dan diilustrasikan, daftar kosakata disajikan dengan terjemahannya, dan latihan penerjemahan dilampirkan.
    5. Kalimat adalah unit dasar pengajaran dan praktek bahasa. Banyak pelajaran ditujukan untuk menerjemahkan kalimat dari dan ke BT.
    6. Akurasi/ketepatan ditekankan.
    7. Grammar diajarkan secara deduktif – yaitu dengan presentasi dan belajar aturan grammar, kemudian dipraktekkan melalui latihan penerjemahan.
    8. Bahasa ibu siswa merupakan media pengajaran.


Abad 19
  • Pertanyaan dan penolakan terhadap GTM.
  • Pendekatan baru dalam pengajaran bahasa dikembangkan.
  • Sadar akan perlunya kemampuan berbicara dibanding pemahaman membaca dan grammar.
  • Tertarik untuk mengetahui bagaimana anak-anak mempelajari bahasa.
  • Guru dan ahli bahasa mulai menulis tentang perlunya pendekatan baru untuk pengajaran bahasa.


Sesudah Abad 19
  • Sebuah metode pengajaran baru diperkenalkan; menggunakan bahasa lisan sebagai poin utamanya.
  • Materi baru diajarkan melalui gesture dan gambar, dan penggunaan kata-kata yang sudah diketahui.
  • Grammar diajarkan secara induktif; mempelajari teks-teks.
  • Membaca dan menulis datang belakangan.
  • Tidak ada penggunaan bahasa ibu siswa.
  • Direct Method dibentuk, diperkenalkan pertama di Perancis oleh Francois Gouin
  • Berasal dari psikologi pembelajaran bahasa anak => pembelajaran bahasa kedua lebih seperti pemerolehan bahasa pertama.
  • Sebuah bahasa paling baik diajarkan dengan menggunakannya secara aktif di dalam kelas.
  • DM disebut juga natural method
  • Prinsip-prinsip DM;

    1. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan bahasa target.
    2. Hanya kosakata dan kalimat sehari-hari yang diajarkan.
    3. Kemampuan speaking dibangun melalui kegiatan tanya-jawab antara guru dan siswa dalam kelas kecil maupun kelas besar.
    4. Grammar diajarkan secara induktif.
    5. Kosakata konkret diajarkan melalui demonstrasi, objek, dan gambar; kosakata abstrak diajarkan melalui asosiasi ide.
    6. Speaking dan listening diajarkan
    7. Pengucapan dan tata bahasa yang benar ditekankan.

Jumat, 26 September 2014

NATURAL APPROACH



Latar Belakang
Natural Approach adalah salah satu metode pengajaran yang dikemukakan oleh seorang linguist bernama Stephan Krashen. Istilah NA atau pendekatan alamiah didasarkan atas pandangan bahwa penguasaan (mastery) suatu bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan (acquisition) bahasa itu dalam konteks yang alamiah dan kurang pada pembelajaran aturan-aturan yang secara sadar dipelajari satu persatu.

Pendekatan
Dalam teori pembelajaran NA, Krashen menjelaskan tentang 5 hipotesisnya:
  • Acquisition/Learning Hypothesis

Untuk memperoleh bahasa kedua pada orang dewasa, ada dua cara, yakni: (1) melalui pemerolehan, dan (2) melalui pembelajaran. Pemerolehan (acquisition) terjadi dalam interaksi sehari-hari (pergaulan) karena bahasa tersebut digunakan dalam komunikasi. Pemerolehan bahasa dilakukan dengan tidak disadari atau di bawah sadar bahwa seseorang sedang terlibat di dalam situasi pemerolehan bahasa. Ini terjadi seperti pemerolehan bahasa ibu (B1) yang terjadi pada seorang anak. Oleh karena itu, peranan lingkungan bahasa menjadi hal yang terpenting dalam pemerolehan bahasa.
  • Monitor Hypothesis

Menurut hipotesis ini, bahwa bahasa yang diperoleh dari hasil belajar dengan sadar hanya berguna untuk memonitor perilaku bahasa yang dipelajari (B2). Pengetahuan tentang B2 yang dimiliki dari hasil belajar hampir tidak bisa digunakan dalam berkomunikasi dalam bahasa kedua (B2), sebab pengetahuan B2 belum mampu memenuhi seluruh kaidah yang diperlukan. Untuk itu, pengetahuan dari B1 yang digunakan dalam berkomunikasi tersebut. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar monitor bermanfaat, di antaranya:
  1. Penutur (pembicara) harus memiliki waktu yang cukup untuk mengulangi percakapan, dan memikirkan kaidah bahasa (B2).
  2. Penutur harus memikirkan unsur-unsur yang benar, bentuk dan juga isi pesan yang dikomunikasikan.
  3. Penutur harus mengetahui seluruh kaidah bahasa yang akan digunakan.

  • Natural Order Hypothesis

Hipotesis ini memandang bahwa terdapat persamaan urutan pemerolehan struktur gramatikal antara belajar B1 dengan belajar B2, meskipun tidak dapat dipastikan untuk setiap penerimanya. Struktur gramatikal tertentu cenderung diperoleh lebih cepat atau mungkin lambat dari struktur gramatikal yang lain. Apabila itu terdapat keparalelan dengan B1, maka struktur gramatikal yang terdapat dalam B2 akan lebih cepat diperoleh.
  • Input Hypothesis

Menurut hipotesis ini, pemerolehan bahasa terjadi apabila masukan (input) yang diterima lebih besar dari yang sudah dimiliki. Artinya, pemerolehan bahasa yang diajarkan akan bermanfaat bagi siswa apabila bahan ajar yang disajikan melebihi dari apa yang dimiliki oleh siswa. Hal itu dirumuskan menjadi i + 1. Perpindahan dari tahap i (i adalah pengetahuan atau kompetensi awal siswa) ke tahap i + 1 (i + 1 adalah tingkat yang secara langsung mengikuti i selama mengikuti urutan-urutan alamiah) dengan memahami isi bahasa i + 1. Dengan kata lain, apabila input memadai dan dipahami (aktivitas pembelajaran bahasa kedua) maka hasilnya (siswa) berada pada tahap i + 1.
  • Affective Filter Hypothesis

Menurut hipotesis saringan filter afektif bahwa variabel sikap memegang peranan penting dalam pemerolehan bahasa kedua, tetapi tidak untuk pengajaran bahasa. Faktor sikap dapat berhubungan dengan pemerolehan bahasa kedua apabila pembelajaran memiliki sikap terbuka kepada input. Adapun caranya: Penutur (pembicara) dengan sikap optimal mempunyai saringan afektif yang rendah. Filter (saringan afektif) yang rendah artinya penutur lebih terbuka terhadap masukan (input) dan memberikan pengaruh yang lebih kuat. Dengan kata lain pengajaran  bahasa kedua (input) akan diterima oleh siswa, apabila siswa memiliki motivasi yang tinggi dan sikap yang positif. Siswa akan memperbesar saringan afektif (filter afektif) apabila siswa termotivasi dan terbangkitkan sikap positifnya pada pengajaran bahasa. Hal itu yang perlu diupayakan dalam pengajaran bahasa sehingga pengajaran tersebut mencapai hasil yang optimal.

Desain
Tujuan
NA bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa target dalam berbagai skill (reading, writing, listening, or speaking) atau setidaknya kita akan mengerti jika seseorang berbicara menggunakan bahasa target.
Aktivitas
Proses pembelajaran pada NA ini diadaptasi dari berbagai metode pembelajaran lainnya, misalnya instruksi atau perintah yang diberikan dasarnya adalah TPR, mimic, gesture, and konteksnya dari direct method, dsb.
Peranan Guru, Siswa, dan Materi
Dalam metode ini, seorang guru mnjadi primary source dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan berbagai realia.

Prosedur
  1. Dimulai dengan aba-aba TPR, seperti “stand up, turn around, atau raise your right hand.
  2. Menggunakan TPR untuk mengajarkan nama anggota tubuh dan nomor2.
  3. Mengenalkan benda-benda yang ada di kelas dengan menggunakan aba-aba TPR.
  4. Mengenalakan karakteristik fisik yang dimiliki siswa-siswa di kelas.
  5. Menggunakan alat visual, seperti gambar pada majalah, untuk mengenalkan kosakata baru.
  6. Menggabungkan gambar dan TPR.
  7. Menggabungkan observasi tentang gambar dengan perintah.
  8. Menggunakan beberapa gambar, guru memint siswa untuk mendeskripsikan gambar tersebut.

TOTAL PHYSICAL RESPONSE



Latar Belakang
Metode ini dikembangkan oleh seorang professor psikologi di Universitas San Jose California yang bernama Prof. Dr. James J. Asher yang telah sukses dalam pengembangan metode ini pada pembelajaran bahasa asing pada anak-anak. Ia berpendapat bahwa pengucapan langsung pada anak atau siswa mengandung suatu perintah, dan selanjutnya anak atau siswa akan merespon kepada fisiknya sebelum mereka memulai untuk menghasilkan respon verbal atau ucapan.

Pendekatan
Asher menyajikan 3 hipotesa pembelajaran yang berpengaruh yaitu:
  1. Terdapat bio-program bawaan yang spesifik untuk pembelajaran bahasa yang menggambarkan sebuah alur yang optimal untuk pengembangan bahasa pertama dan kedua. Dalam hal ini Asher, pencetus TPR, merumuskan tiga proses sebagai sentral;
  2. Anak mengembangkan kemampuan mendengar sebelum mengembangkan kemampuan berbicara. Kemampuan mendengar anak diperoleh karena ia perlu merespon secara fisik perkataan orang tua dalam bentuk ucapan bahasa
  3. Sekali kemampuan mendengar diperoleh, anak akan secara alamiah dan relatif tanpa usaha untuk memperoleh bahasa.

    • Lateralisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran yang berbeda pada otak kiri dan kanan. TPR diarahkan pada pembelajaran otak kanan. Kebanyakan metode pengajaran bahasa kedua menggunakan mengarahkan pada pembelajaran otak kiri.
    • Stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, stress yang lebih rendah kapasitasnya maka pembelajaran menjadi lebih baik.


Desain
Tujuan
Tujuan utama TPR adalah mengajarkan kecakapan oral pada level awal.

Model Silabus
Silabus diperoleh dari tipe latihan yang dilakukan di kelas TPR.

Aktivitas
Aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru dan siswa antara lain; Latihan dengan menggunakan perintah (Imperative Drill); Dialog atau percakapan (conversational dialogue); Bermain peran (Role Play), dapat dipusatkan pada aktivitas sehari-hari seperti di sekolah, restoran, pasar, dll; serta Aktivitas membaca dan menulis untuk menambah perbendaharaan kata dan juga melatih pada susunan kalimat berdasarkan tenses dan sebagainya.

Peranan Guru, Siswa, dan Materi
Guru atau instruktur memiliki peran aktif dan langsung dalam menerapkan metode TPR ini. Guru (instruktur) adalah sutradara dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya siswa sebagai pelaku atau pemerannya. Guru yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang memerankan dan menampilkan materi pelajaran.
Siswa dalam TPR mempunyai peran utama sebagai pendengar dan pelaku. Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik pada perintah yang diberikan guru baik secara individu maupun kelompok.
Materi yang dipakai untuk pemula berupa suara, tindakan, dan gestur guru. Pada tingkat lanjut guru dapat menggunakan benda-benda dalam kelas, seperti: buku, pena, cangkir, dsb.

Prosedur
  • Latihan dengan menggunakan perintah (review), merupakan aktivitas utama yang dilakukan guru di dalam kelas dari metode TPR. Latihan berguna untuk memperoleh gerakan fisik dan aktivitas dari siswa.
  • Memperkenalkan pada siswa kata kerja baru (new command).
  • Setelah siswa telah mengerti dan memahami berbagai commad gurunya, maka gantian siswanya yang menjadi instruktur (role reversal).
  • Aktivitas membaca dan menulis. Instruktur menulis di papan kosa kata dan kalimat untuk menggambarkan item. Kemudian ia mengucapkan setiap item dan memperagakan kalimat. Siswa menyimak ketika instruktur membaca materi. Beberapa orang menulisnya dalam catatan

Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan dari metode ini adalah mengaktifkan otak kanan dan kiri siswa dengan berbagai aktivitas yang dilakukannya. Namun, bisa saja menjadi masalah bagi siswa yang pemalu dan tidak semua bahasa (kosa kata) cocok digunakan dalam metode ini.


COMMUNITY LANGUAGE LEARNING



Latar Belakang
Community Language Learning pertama kali dikembangkan oleh Charles A. Curran seorang professor psikologi, pada tahun 1961 sebagai upaya untuk mendemonstrasikan hubungan antara siswa dan guru. Pendekatan ini biasa juga disebut dengan metode konseling karena dalam aplikasi teori ini penggunaan tekhnik konseling dalam pengajaran bahasa sangat dikedepankan. Metode ini memberikan tekanan pada peran ranah afektif dalam pembelajaran kognitif.

Pendekatan
-Teori Bahasa
Teori yang mendukung CLL ini ialah holistic approach, pemikiran bahwa apa yang sebenarnya dipelajari oleh manusia pada umumnya itu bersifat kognitif dan afektif. Pelajaran disajikan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu suasana yang memungkinkan pelajar berkomunikasi atau berinteraksi dengan se­sama pelajar secara bebas. Dengan demikian, pelajar mengalami sernua masukan dari luar secara menyeluruh, yakni melalui pikiran (kemampuan kognitif) dan perasaannya (kemampuan afektif).
-Teori belajar
Metode ini mempercayai prinsip “whole person”. Whole person maksudnya guru tidak hanya memperhatikan perasaan dan kepandaian setiap siswa, tetapi juga memahami hubungan antar sesama siswa, baik dari segi reaksi fisik, reaksi naluri mereka, serta keinginan mereka untuk belajar. Menurut Curran, siswa merasa tidak nyaman pada situasi yang baru. Dengan memahami perasaan ketakutan dan sensitif siswa, seorang guru dapat menghilangkan perasaan negatif siswa menjadi energi positif untuk belajar.          

Desain

Tujuan
Tujuan metode ini untuk menjadikan siswa mampu menggunakan bahasa target dengan baik, dan untuk menghilangkan kecemasan atau ketakutan (anxiety) peserta didik saat mempelajari bahasa kedua.

Model Silabus
CLL sering di gunakan dalam pembelajaran oral atau kecakapan speaking, tetapi bisa juga digunakan dalam pembelajaran writing sebagaimana telah disebutkan Tranel (1968), CLL tidak menggunakan silabus secara konvensional. Berdasarkan Prosedur yang di rekomendasikan oleh Curran pembelajaran berdasarkan sebuah topik, dan siswa menyampaikan apa yang mereka ingin sampaikan kepada siswa yang lain. Tanggung jawab guru yaitu mempersiapkan pengantar untuk bahan tersebut sesuai dengan tingkat kecakapan siswa sehingga silabus pada CLL timbul dari interaksi antara siswa dan guru.

Aktivitas
Terjemahan. Siswa membisikkan pesan yang ia akan ucapkan, guru menerjemahkan ke dalam bahasa target dan pelajar mengulangi terjemahan guru.
Kerja kelompok. Siswa dapat terlibat dalam tugas-tugas kelompok seperti diskusi kelompok dengan satu topik, menyiapkan percakapan, menyiapkan ringkasan topik untuk presentasi ke kelompok lain, menyiapkan sebuah cerita yang akan disajikan kepada guru dan seluruh siswa.
Merekam. Siswa merekam percakapan dalam bahasa target.
Transkripsi. Siswa menuliskan ucapan-ucapan dan percakapan mereka lalu direkam untuk dipraktekkan dan menganalisis bentuk-bentuk linguistik.
Analisis. Siswa menganalisis dan mempelajari transkripsi kalimat bahasa target untuk difokuskan pada penggunaan leksikal tertentu atau pada penerapan aturan tata bahasa tertentu.
Refleksi dan Observasi. Siswa mencerminkan dan melaporkan pengalaman di kelas mereka.Sebagai kelas atau dalam kelompok.Hal ini terjadi sebagai ungkapan perasaan satu sama lain dan kepedulian terhadap sesuatu untuk dikatakan dan lain sebagainya.
Mendengarkan. Siswa mendengarkan monolog oleh guru yang melibatkan unsur-unsur dari mereka dalam interaksi di kelas.  
Percakapan bebas. Siswa terlibat percakapan bebas dengan guru ata siswa lain.Hal ini mungkin termasuk dalam diskusi tentang apa yang mereka pelajari serta perasaan mereka tentang apa yang telah dipelajari

Peranan Guru, Siswa, dan Materi
Peran utama guru adalah sebagai konselor, artinya guru mengenali bagaimana ancaman situasi belajar yang baru dapat terjadi pada siswa, sehingga guru dapat memahami dan memberi dukungan untuk siswanya dalam usahanya menguasai bahasa.
Siswa sebagai anggota sebuah komunitas dan belajar melalui interaksi dengan siswa lain pada komunitasnya. Siswa diharapkan untuk mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap apa yang disampaikan guru. Dan untuk menjadi counselor untuk siswa-siswa yang lain.
Materi pada metode ini tidak sepenuhnya terpaku pada teks buku, guru bisa mengembangkan sendiri materi tersebut.

Prosedur
  • Satu kelas terdiri dari 6 – 12 siswa duduk dengan membentuk lingkaran.
  • Guru memberi salam, mengenalkan diri dan mempersilakan siswa saling berkenalan.
  • Guru memberi tahu siswa tentang apa yang akan dilakukan, menjelaskan prosedur dan menentukan batasan waktu.
  • Guru berdiri di luar lingkaran dari siswa berada.
  • Tape recorder disiapkan untuk merekam ucapan siswa (yang direkam hanya ucapan bahasa target yang sedang dipelajari yang nantinya akan ditranskripsikan).
  • Siswa melakukan percakapan. Seorang siswa mengucapkan dengan keras pesan menggunakan bahasa pertama. Guru berdiri dibelakang siswa tersebut. Guru memberikan pesan dalam bahasa target.
  • Siswa mengulangi pesan dengan suara yang keras untuk teman-teman dengan menggunakan bahasa kedua.
  • Proses ini dilakukan berulang-ulang serta direkam. Dalam proses ini, guru juga memberi tahu sisa waktu untuk percakapan.
  • Setelah selesai siswa diajak membicarakan tentang perasaan mereka selama percakapan, guru memahami dan menerima semua yang diungkapkan siswa.
  • Ucapan-ucapan ini dimainkan lagi, diterjemahkan kedalam bahasa pertama.
  • Siswa disuruh membuat setengah lingkaran menghadap papan tulis dan ucapan-ucapan yang telah direkam tadi ditranskripsikan.
  • Pada kegiatan Human ComputerTM, siswa memilih frase mana yang ingin mereka latih pengucapannya. Guru mengikuti apa yang diinginkan siswa, mengulangi frase sampai siswa merasa puas dan berhenti.
  • Pada pertemuan yang lain, siswa juga bisa bekerjasama dalam kelompok kecil (tiga orang).
  • Jika ada kesalahan, guru memberikan koreksi dengan cara mengulangi dengan benar kalimat yang telah dibuat siswa.

Kelebihan;
  • Menjalin kerjasama antara satu siswa dengan siswa yang lain dalam belajar bahasa target.
  • Meningkatkan kepercayaan diri dalam mempelajari bahasa target.
  • Si learner dalam pembelajaran CLL ini akan merasa bebas mengekspresikan apa yang ingin mereka katakan dalam bahasa asli mereka ke bahasa target

Kelemahan;
  • Kesuksesan metode ini tergantung keahlian counselor dalam menerjemahkan.
  • Proses merekam dapat menimbulkan berbagai kesulitan pada siswa yang tidak lazim dengan rekaman.

Kamis, 25 September 2014

GRAMMAR TRANSLATION METHOD


Latar Belakang
GTM dperkenalkan oleh Karl Plotz pada tahun 1819-1881, metode ini disebut juga classical method karena digunakan dalam proses belajar mengajar bahasa klasik, Latin dan Yunani, untuk membantu siswa dalam memahami bahasa asing.

Desain
Tujuan
Pada metode ini, siswa diharapkan bisa menerjemahkan suatu bahasa ke bahasa lain. Jika bisa menerjemahkannya, maka pembelajaran ini dianggap berhasil. Kemampuan siswa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa target bukan tujuan utama yang ingin dicapai pada metode ini melainkan kemampuan memahami dan menerjemahkan literature.
Aktivitas
Dalam kegiatan pembelajaran biasanya dilakukan dengan menggunakan bahasa ibu siswa. Aturan tata bahasa dipelajari secara deduktif, siswa belajar aturan grammar dengan menghafal dan kemudian melakukan latihan grammar dan menerjemahkan kalimat dari dan ke bahasa target.
Peranan Guru dan Siswa
Peran guru adalah sebagai pemegang kekuasaan di kelas. Dan peran siswa hanya menuruti apa yang guru ajarkan, siswa melakukan apa yang yang guru katakan, siswa belajar apa yang pengajar tahu.

Prosedur
Siswa membaca teks kemudian diminta untuk menerjemahkannya.
Siswa kemudian ditanya dalam bahasa ibu mereka apakah ada sesuatu yang mereka ingin tanyakan.
Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal dari teks yang diberikan tadi.
Guru memeriksa pekerjaan siswa, jika terdapat kesalahan, guru akan meminta siswa lain untuk memberikan jawaban yang benar, atau guru sendiri yang langsung memperbaikinya.
Siswa diminta untuk menerjemahkan kata-kata baru dari bahasa ibu ke bahasa target.
Siswa diberikan aturan grammar dan menghafalnya.

Kelebihan
Para peserta didik mahir dalam menerjemahkan dari dan ke BT.
Para peserta didik hafal aturan-aturan BT yang disampaikan dalam B1.

Kelemahan
Para   peserta   didik   mendapat      materi   pelajaran   dalam   satu   ragam   tertentu yakni ragam sastra, dan ini bukan ragam bahasa sehari-hari.
Terjemahan kalimat dari kalimat sering mengacaukan makna kalimat-kalimat dalam konteks yang luas.



SILENT WAY


Latar Belakang
Silent Way adalah metode yang dikembangkan oleh Caleb Gattegno (1970), dilandasi dengan keyakinan bahwa siswa hendaknya belajar secara independen, tidak bergantung kepada guru. Gattegno berpendapat bahwa siswa akan belajar lebih baik bila dia mengembangkan tanggungjawab personal atas pembelajarannya sendiri. Jadi, untuk banyak pelajaran, guru tetap diam [bungkam].
Belajar dipandang lebih utama daripada mengajar. Para siswa didorong untuk bekerjasama satu sama lain untuk memikirkan atau memahami makna. Para siswa diperkenalkan dengan materi baru dengan menggunakan tongkat Cuisinare (tongkat-tongkat kecil berwarna dengan ukuran panjang yang beragam) dan serangkaian peta dinding (wall chart). Setelah guru memperkenalkan materi itu, tinggal terserah para siswa untuk menentukan apa yang akan mereka pelajari dan bekerja secara independen untuk mencapai tujuan akademis mereka. Aspek-aspek tertentu dari pendekatan ini, seperti penggunaan tongkat Cuisinare (Cuisinare rod) dan pengembangan kemandirian siswa, masih tetap digunakan.

Pendekatan
Seperti metode-metode lainnya, Gattegno menjadikan pemahamannya terhadap proses pembelajaran bahasa pertama sebagai dasar untuk membuat prinsip-prinsip mengajar bahasa asing bagi orang dewasa. Gattegno menganjurkan agar pembelajar kembali ke cara bayi belajar.
Gattegno mengusulkan artificial approach yang didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran yang berhasil melibatkan sebuah komitmen diri pada pemerolehan bahasa melalui kesadaran dan uji coba aktif. Penekanan Gattegno yang berulang-ulang pada lebih pentingnya pembelajaran daripada pengajaran, menempatkan komitmen dan prioritas diri pembelajar sebagai fokus. Diri yang dimaksud di sini terdiri atas dua sistem, yaitu sistem pembelajaran dan sistem pemerolehan. Sistem Pembelajaran diaktifkan oleh kesadaran intelegensi. Silence dianggap sebagai cara yang terbaik untuk pembelajaran, karena dengan silence para pembelajar berkonsentrasi pada tugas yang diselesaikan dan cara-cara potensial untuk penyelesaiannya. Silence, yang menghindari pengulangan, menjadi alat bantu bagi kesadaran, konsentrasi, dan kesiapan mental.
Sistem pemerolehan memungkinkan kita untuk mengingat unsur-unsur bahasa dan prinsip-prinsipnya, dan memungkinkan komunikasi bahasa berlangsung. Pemerolehan dengan upaya mental, kesadaran, dan kebijaksanaan lebih efisien daripada pemerolehan melalui pengulangan mekanis. Kesadaran dapat diajarkan. Ketika seseorang belajar ‘secara sadar’, kekuatan kesadaran seseorang dan kapasitasnya untuk belajar menjadi lebih besar. Karena itu, Silent Way menyatakan bahwa hal tersebut mempermudah apa yang disebut para psikolog sebagai Learning to learn. Rangkaian proses yang membangun kesadaran berasal dari perhatian, penggunaan, perbaikan diri, dan penyerapan. Kegiatan koreksi diri melalui kesadaran diri inilah yang membuat Silent Way berbeda dari metode pembelajaran bahasa yang lain. Tetapi Silent Way bukanlah semata-mata sebuah metode pengajaran bahasa. Gattegno melihat pembelajaran bahasa melalui silent way sebagai pengembalian potensi dan kekuatan diri. Tujuan Gattegno bukanlah sekedar pembelajaran bahasa kedua, melainkan pendidikan untuk kepekaan dan kekuatan spiritual individu.

Desain
- Tujuan
Tujuan umum Silent Way adalah mengajarkan pembelajar bagaimana cara belajar bahasa, dan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan melalui proses pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua dapat digunakan untuk mempelajari segala hal lain yang belum diketahui.
- Model Silabus
Pada dasarnya silent way mengadopsi silabus berbentuk dasar-dasar struktur, dengan pelajaran masalah sekitar tata bahasa dan kosa kata. Gattegno tidak memberikan secara rinci tentang leksikal dan gramatikal. Tidak ada silabus silent way secara umum. Tetapi dari hasil pengamatan program silent way yang dikembangkan oleh Peace Corp dalam mengajarkan berbagai bahasa pada tingkat dasar. Oleh karena itu bahasa sesuai kompliksitas gramatikal mereka, lalu menghubungkan dengan apa yang diajarkan sebelumnya, dan materi pelajaran yang lebih mudah bisa ditampilkan dengan cara visual. Biasanya imperative merupakan struktur yang pertama diajarkan karena kata kerjanya mudah diajarkan dengan silent way. Materi pelajaran tentang angka diajarkan di awal kursus, karena angka-angka sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta mudah untuk didemontrasikan. Preposisi juga diajarkan di awal silabus dengan alasan yang sama. Selain preposisi, angka, kata ganti, kata bilangan, kata-kata perbandingan juga diajarkan diawal kursus.
- Aktivitas
Dalam proses pembelajarannya, guru hanya menunjuk ke suatu chart yang berisi dengan vocal konsonan. Guru menunjuk beberapa kali dengan diam. Setelah beberapa saat guru hanya memberi contoh cara pengucapannya. Kemudian menunjuk siswa untuk melafalkan sampai benarDalam proses pembelajaran guru banyak berdiam diri, dia hanya mengarahkan/menunjuk pada materi pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk memfokuskan perhatian siswa, untuk memperoleh respon siswa, dan mendorong mereka untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri. Teknik-teknik dalam Silent Way: Sound-Color Chart, Teacher’s Silence, Peer Correction, Rods, Self-Correction Gestures, Word Chart, Fidel Chart, dan Structured Feedback.
- Peranan Guru dan Siswa
Gattegno melihat pembelajar bahasa merupakan proses pertumbuhan pribadi yang tumbuh dari diri siswa secara sadar dan dijadikan tantangan bagi mereka.Siswa dapat mengembangkan kepribadian, otonomi dan tanggungjawab.Siswa harus sadar bahwa keahlian yang didapatkan mereka tergantung pada diri sendiri, dan harus menyadari bahwa menggunakan bahasa berguna untuk mempelajari bahasa baru.
Teacher Silence mungkin menjadi hal yang jarang terjadi, bagi kebanyakan guru bahasa hal ini dilatih secara tradisional yang menuntut segala aspek silent way. Gattegno mengatakan bahwa guru itu “mengajar untuk belajar” bukan berarti peran guru dalam silent way tidak kritis. Gattegno mengantisipasi bahwa dengan menggunakan silent way dapat mengubah persepsi guru tentang mereka.
- Materi
Silent way juga dikenal karena sifat unik sebagai bahan ajar untuk guru melakukan silent. Bahan ajar yaitu berbentuk satu set balok berwarna, kode-kode, grafik kosa kata, pointer yang semuanya digunakan untuk menggambarkan hubungan antara bunyi dan arti dalam bahasa target. Kelas sering kali menggunakan grafik dalam bahasa asli dan kode warna secara alamiah selanjutnya siswa memasang warna dengan suara yang terkait. Guru menggunakan pointer untuk menunjukkan kepada siswa tentang symbol suara yang dihasilkan.

Prosedur
Langkah-langkah yang bisa di ambil oleh guru dalam menggunakan metode ini secara garis besarnya antara lain:
  • Pendahuluan. Guru menyediakan alat peraga berupa; (a) papan peraga yang bertulisakan materi (fidel chart). Papan ini berisi ejaan dari semua suku kata dalam bahasa asing yang di pelajari. (b) tongkat/balok kayu (cuisenenaire rods). Tongkat yang biasanya berjumlah sepuluh dengan warna yang berbeda-beda yang nantinya digunakan sebagai alat peraga dalam membentuk kalimat lengkap.
  • Guru menyajikan satu butir bahasa yang dipahami, penyajianya hanya satu kali saja. Dengan demikian ia memaksa para pelajar untuk menyimak dengan baik. Pada permulaan, guru pun tidak mengatakan apa-apa, tetapi hanya menunjukkan pada simbol-simbol yang tertera di papan peraga. Pelajar mengucapkan simbol yang ditunjuk guru dengan melafal dengan keras, mula-mula secara serentak. Kemudian atas petunjuk guru satu persatu pelajar melafalkanya. Langkah ini adalah tahap permulaan.
  • Sesudah pelajar mampu mengucapkan bunyi-bunyi dalam bahasa asing yang di pelajari, guru menyajikan papan peraga yang kedua yang berisi kosa kata yang terpilih, kosa kata ini di ambil dari kalimat-kalimat yang paling sering di gunakan dalam komunikasi sehari-hari. Kosa kata ini sangat berguna bagi para pelajar dalam menyusun sebuah kalimat secara mandiri, langkah ini juga masih tahap permulaan.
  • Guru menggunakan tongkat warna-warni yang telah disediakan untuk memancing para pelajar berbicara bahasa asing yang sedang dipelajari.
  • Sebagai penutup, guru bisa mengadakan pengetesan keberhasilan pelajar dalam penguasaan kosa kata yang telah di ajarkan dengan mengunakan perintah-perintah yang sedapat mungkin tidak secara verbal seperti halnya pada poin nomor 4 di atas. Dalam pengetesan ini tentu harus memperhatiakn waktu yang tersedia, tidak mungkin dengan keterbatasan waktu pengetesan dapat di berikan ke seluruh pelajar.

Kelebihan
  • Siswa belajar secara independen, tidak bergantung kepada guru.
  • Siswa didorong untuk bekerjasama satu sama lain untuk memikirkan atau memahami makna.
  • Pembelajar berkonsentrasi pada tugas yang diselesaikan dan cara-cara potensial untuk penyelesaiannya.

Kelemahan
  • Dipandang tidak praktis di ruangan kelas, karena siswa membutuhkan dan menginginkan masukan [input] yang lebih banyak dari guru.
  • Pada konsep dasarnya, silent way memberikan kebebasan kepada pelajar untuk menentukan pilihan-pilihan dalam situasi-situasi yang disajikan termasuk dalam membuat konstruksi kalimat. Cara ini memberikan kesan bahwa para pelajar dapat menguasai situasi belajar. Namun dalam kenyataannya, gurulah yang menguasai materi dan jalan pengajarannya di dalam kelas. Dengan demikian sebenarnya proses belajar mengajar masih teacher-centered (berpusat pada guru).